Site Translator

Google

Selasa, Oktober 20, 2009

PENDIDIKAN DEMOKRASI

E. PENDIDIKAN DEMOKRASI

Sistem politik suatu negara berkaitan dengan dua hal yaitu istitusi ( struktur ) demokrasi dan perilaku ( kultur ) demokrasi. Masyarakat demokrasi akan terwujud bila negara tersebut terdapat institusi demokrasi dan sekaligus berjalannya perilaku demokrasi.

Institusi atau struktur demokrasi menunjuk pada tersedianya lembaga – lembaga politik demokrasi yang ada disuatu negara. Lembaga itu antara lain : pemrintahan yang terbuka dan bertanggung jawab, parlemen, lembaga pemilu, organisasi politik , LSM, dan media massa.

Perilaku atau kultur demokrasi menunjuk pada berlakunya nilai – nilai demokrasi di masyarakat. Masyarakat yang demokrasi adalah masyarakat yang perilaku keseharian maupun kenegaraannya dinlandasi oleh nilai – nilai demokrasi.

Namun, ternyata membangun kultu demokrasi jauh lebih sulit daripada struktur demokrasi. Dalam kenyataanya demokrasi sekarang ini cenderung pada sikap kebebasan yang semakin liar, kekerasan, bentrokan fisik, konflik antar ras dan agama, brutalitas, ancaman bom, terror, rasa tidak aman dan sebagainya. Hal itu terjadi karena kultur demokrasi belum tegak dimasyarakat.

Demokrasi tidak hanya memerlukan institusi, hukum, aturan ataupun lembaga – lembaga negara lainnya. Demokrasi sejati memerlukan sikap dan perilaku hidup demokratis masyarakatnya. Secara substantif berdimensi jangka panjang, guna mewujudkan masyarakat demokratis, pendidikan demokrasi mutlak diperlukan.

Pengetahuan dan kesaran akan nilai demokrasi itu meliputi tiga hal.
1.Kesadaran bahwa demokrasi adalah pola kehidupan yang paling menjamin hak – hak warga masyarakat itu sendiri.
2.Demokrasi adalah sebuah learning process yang lama dan tidak sekedar meniru dari masyarakat lain.
3.Kelangsungan demokrasi tergantung pada keberhasilan mentransformasikan nilai - nilai demokrasi kepada masyarakat.

Pendidikan demokrasi akan menghasilkan masyarakat yang mendukung system politik yang demokratis. Sistem politik demokrasi hanya akan berlangsung apabila didukung oleh masyarakat demokrasi yang berpartisifasi aktif mendukung kelangsungan pemerintahan demokrasi dinegaranya.

Pendidikan demokrasi tidak identik dengan sosialisasi politik itu sendiri. Sosialisasi politik mencakup pengertian yang luas sedangkan pendidikan demokrasi mengenai cakupan yang lebih sempit.

Hal yang sangat penting dalam pendidikan demokrasi di sekolah adalah mengenai kurikulum pendidikan demokrasi. Kurikulum pendidikan demokrasi menyangkut dua hal yaitu :
1.Penataan, menyangkut pemuatan pendidikan demokrasi dalam suatu kegiatan kurikuler
2.Isi materi, berkenaan dengan tujuan atau bahan apa sajakah yang layak dari pendidikan demokrasi.


Pendidikan demokrasi dapat saja merupakan pendidikan yang diintegrasikan kedalam berbagai bidang studi, misalnya dalam mata pelajaran PPKN dan sejarah atau diintegrasikan kedalam ilmu sosial lainnya. Akan lebih tepat bila pendidikan demokrasi masuk dalam kelompok studi sosial ( social studies ) atau dapat pula menjadi subject matter tersendiri. Dapat pula pendidikan demokrasi dikemas dalam wujud Pendidikan Kewarganegaraan.

Menurut Udin S. Winataputra ( 2001 ), sejak tahun 1945 sampai sekarang instrumen perundangan sudah menempatkan pendidikan demokrasi dan HAM sebagai bagian integral dari pendidikan nasional.
Dalam undang – undang No. 20 Tahun 2003 tentang pendidikan nasilan dinyatakan pula bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didikagar menjadi menusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Internatioanl Commision of Jurist sebagai organisasi ahli hukum internasional dalam konferensinya di Bangkok tahun 1945 mengeMukakan bahwa syarat – syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintah yang demokratis dibawah Rule of Law ialah :
a.Perlindungan konstitusionil
b.Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak
c.Pemilu yang bebas
d.Kebebasan untuk menyatakan pendapat
e.Kebebasan untuk berserikat
f.Pendidikan kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan mengemban misi :
a.Membina dan mengembangkan pengetahuan dan kemampuan peserta didik berkenaan dengan peranan, tugas, hak, kewajiban dan bertanggung jawab sebagai warga negara dalam berbagai aspek kehidupan bernegara. Misalnya Pendidikan Keawarganegaraan dimunculkan dalam pelajaran Civic ( tahun 1957/1962) Pendidikan Kemasyarakatan, Ilmu Bumi, dan Kewarnegaran ( 1964 ); Pendidikan Kewargaan Negara, yang merupakan perpaduan ilmu bumi, Sejarah Indonesia, dan Civics ( 1968/1969) dan PPKn ( 1994).
b.Pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan nilai dan karakter. Contoh : dimuat dalam mata pelajaran PMP ( 1975/1984), pelajaran PPKn (1994), di Perguruan Tinggi diberikan mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Filsafat Pancasila.
c.Pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan bela negara. Contoh : diberikannya mata kuliah Kewiraan di Perguruan Tinggi.
d.Pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan demokrasi ( politik ). Dengan adanya pendidikan Kewargenegaraan, akan ada sosialisasi, diseminasi, dan penyebarluasan nilai – nilai demokrasi pada masyarakat.

Berdasarkan pengalaman selama ini, justru pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan demokrasi masih kurang mendapatkan porsi dalam pembelajaraan pendidikan kewarganegaraan. Apabila kita sudah sepakat bahwa pendidikan demokrasi itu sangat penting, maka pendidikan demokrasi mutlak harus dijalankan dan perluas.

Selain masalah penataan, yang lebih penting lagi adalah masalah isi materi dari pendidikan demokrasi. Agar berfungsi sebagai pendikan demokrasi maka materinya harus ditekan pada empat hal, yaitu:
1.Asal usul sejarah demokrasi dan perkembangannya
2.Sejarah demokrasi di Indonesia
3.Jiwa demokrasi Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
4.Masa depan demokrasi.

Untuk menghindari terjadinya doktrinasi, materi - materi yang berusu doktrin – doktrin negara sedapat mungkin diminimalkan diganti dengan pendekatan histories dan ilmiah serta dikenalkan dengan fakta – fakta yang relevan.